Awal Lahirnya Era Reformasi dan Berbagai Kebijakannya
Awal Lahirnya Era Reformasi dan Berbagai Kebijakannya – Setelah mempelajari bahasan ini, kalian diharapkan mampu memahami awal lahirnya Era Reformasi dan berbagai kebijakannya.
ERA REFORMASI
Pada penghujung Orde Baru, Presiden Soeharto menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie sebagai penggantinya dengan merujuk pada Pasal 8 UUD 1945 serta TAP MPR No. 7/MPR/1973.
Sebagai Presiden yang menjabat di tengah-tengah tuntutan reformasi, B.J. Habibie berupaya memenuhi tuntutan kaum reformis, dengan mengadakan perubahan melalui langkah-langkah berikut :
1) Pembentukan kabinet
Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden B.J. Habibie membentuk kabinet baru yang dinamakan ‘Kabinet Reformasi Pembangunan’. Kabinet ini terdiri atas 16 orang menteri, masing-masing mewakili :
• Golongan Karya (Golkar),
• Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI),
• Partai Persatuan Pembangunan (PPP), serta
• Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Pada tanggal 27 Mei 1998, pertemuan pertama anggota Kabinet Reformasi Pembangunan menghasilkan beberapa keputusan, di antaranya :
• Merancang undang-undang politik;
• Akan mengadakan Pemilu dalam setahun ke depan;
• Usulan agar masa jabatan Presiden cukup dua periode.
Untuk mengantisipasi akan diadakannya pemilu yang menghendaki sistem multipartai, pemerintah memberikan kesempatan kepada para politisi untuk membentuk partai-partai politik. Dengan keluarnya kebijakan itu, terjadilah perubahan dalam kehidupan politik nasional. Hingga Agustus 1998, tidak kurang dari 50 partai politik telah terbentuk dan berhak ikut serta dalam pemilu yang akan diadakan.
2) Sidang Istimewa MPR
Sidang Istimewa MPR digelar setelah enam bulan B.J. Habibie menjabat sebagai Presiden, tepatnya pada tanggal 10-13 November 1998. Sidang Istimewa berakhir dengan menghasilkan 12 Ketetapan (Tap). Dari keseluruhan Tap tersebut, ada 4 Tap MPR yang memperlihatkan adanya upaya mengakomodasi tuntutan kaum reformis, yakni :
* Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. IV/MPR/1983 mengenai referendum, yang menjaga UUD 1945 dari pihak-pihak yang akan mengubahnya. Dengan pencabutan Tap dimaksud, maka UUD 1945 dapat diubah.
* Tap No. XII/MPR/1998 mengenai Pencabutan Tap No. V/MPR/1998. Dengan dicabutnya Tap itu, maka pemberian tugas khusus kepada Presiden oleh MPR untuk mengambil tindakan melampaui batas-batas perundangan dibatalkan.
* Tap No. XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden, maksimal hanya dua periode (10 tahun). Dengan keluarnya Tap ini, tidak ada lagi Presiden yang dapat menjabat seperti sebelumnya, yaitu hingga tujuh periode.
* Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap No. II/MPR/1978. Dengan dicabutnya Tap itu, maka kedudukan Pancasila sebagai asas tunggal tidak berlaku lagi. Dengan demikian, setiap organisasi sosial politik tidak lagi wajib menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas.
Salah satu kebijakan dari Presiden B.J. Habibie yang paling kontroversal adalah mengenai masalah Timor-Timur. Kepada warga Timor-Timur diberi peluang untuk mengadakan jajak pendapat di bawah pengawasan PBB, sehingga akhirnya mayoritas memilih merdeka. Dengan hasil jajak pendapat itu, Timor-Timur memperoleh kemerdekaannya dengan nama ‘Timor Leste’, beribu kota Dili. Masalah terlepasnya Timor Timur inilah yang menjadi faktor penyebab utama penolakan MPR atas pidato pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie pada bulan Oktober 1999.
Pada tanggal 7 Juni 1999, Pemilihan Umum dilaksanakan. Pemilihan umum pertama dalam Era Reformasi itu dianggap lebih jujur dan adil dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Dari seratus lebih partai politik yang terdaftar, akhirnya hanya 48 partai politik yang memenuhi persyaratan mengikuti pemilihan umum.
Setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan jumlah anggota MPR berdasarkan hasil pemilu, jumlah wakil-wakil utusan golongan, dan utusan daerah, MPR pun segera menggelar Sidang Umum pada tanggal 1-21 Oktober 1999. Dalam Sidang Umum MPR itu berhasil dipilih :
1. Prof. Dr. H. Amien Rais sebagai Ketua MPR,
2. Ir. Akbar Tanjung sebagai Ketua DPR,
3. K.H. Abdurrahman Wahid sebagai Presiden, dan
4. Megawati Soekarnoputri sebagai Wakil Presiden.
Dengan hasil Sidang Umum MPR tersebut maka pemerintahan B.J. Habibie pun berakhir.
Era Reformasi selanjutnya dipimpin oleh K.H Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI. Kini, Era Reformasi terus digulirkan di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo.
RANGKUMAN
1) Pada penghujung Orde Baru, Presiden Soeharto menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie sebagai penggantinya
2) Era Reformasi selanjutnya dipimpin oleh K.H Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI.